Baru-baru
ini tepatnya tanggal 24 agustus kita memperingati hari Televisi
Nasional, secara matematis usia pertelevisian nasional sudah mencapai
beberapa dasawarsa. Namun dalam dasawarsa terakhir, kita yang memiliki
atensi khusus terhadap program siaran televisi sering mengernyitkan
dahi. Setiap harinya hampir diseluruh stasiun TV tersuguh
program-program yang menurut kita kurang layak, jauh dari nilai-nilai
edukasi dan cenderung mengikis nilai-nilai budaya ketimuran.
Mulai
dari tayangan sinetron maupun film televisi yang dengan gamblang
mempertontonkan adegan antagonis, memamerkan keangkuhan, kemewahan,
mengisahkan tentang fantasi-fantasi diluar nalar, menyajikan kisah dan
adegan asmara dibawah umur, mengeksploitasi artis dan orang-orang
tertentu, atau mengumbar kegembiraan secara berlebihan. Tidak cuma itu,
adapula yang konon katanya produk-produk pers namun secara intens
menayangkan berita untuk kepentingan politik pemilik stasiun TV atau
kelompok tertentu, dan parahnya lagi sekaligus menyiarkan pemberitaan
yang dikemas sedemikian rupa untuk menyerang lawan politik atau kelompok
lain.
Televisi yang menjadi salah satu media hiburan
yang murah dan mudah diakses justru jadi memprihatinkan dan
mengkhawatirkan. Semua seolah terasa berpihak pada kepentingan bisnis
dan secara khusus untuk kepentingan pemiliknya atau bisa disebut sebagai
kepentingan Pragmatisme dan oportunisme.
Fenomena-fenomena ini
kemudian terbenturkan dengan nilai-nilai idealisme, nilai yang
seharusnya dipertahankan, tidak terkecuali pada tayangan-tayangan
televisi sebagai salah satu wadah informasi dan pendidikan.
Istilah
Idealisme merupakan istilah yang tidak asing bagi kalangan akademisi.
Idealisme adalah sebuah paham aliran filsafat yang pertama kali
dicetuskan oleh Leibnes, memandang mental dan ideasional sebagai kunci
ke hakikat realitas. Mengerucut pada pandangan Fitche seorang filsuf
jerman yang menyandarkan keunggulan moral untuk sebuah etika manusia
yang ideal. Sementara Pragmatisme yang digagas oleh William James
adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala
sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan melihat
kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.
Dan
belakangan maknanya perlahan bergeser mengarah pada aliran pemikiran
Oportunisme, yaitu suatu aliran yang menghendaki pemakaian kesempatan
menguntungkan dengan sebaik-baiknya, demi diri sendiri, kelompok, atau
suatu tujuan tertentu. Secara sederhana tayangan-tayangan buruk dan
marak seperti yang disebutkan diatas cenderung tidak idealis atau
menyimpang dari norma-norma yang berlaku sebagai patern bertindak dan
berprilaku dalam keseharian kita, dimana tayangan-tayangan tersebut
hanya menguntungkan pemilik stasiun Televisi.
Diterima atau tidak,
berdasarkan survei Nielsen Media Research membuktikan bahwa
tayangan-tayangan yang dianggap buruk tersebut memiliki reting tinggi
dan cenderung mengangkat stasiun TV bersangkutan berada di urutan
teratas dalam deretan stasiun-stasiun TV nasional.
FX Ridwan
Handoyo (Badan Pengawas Periklanan P3I) mengemukakan seperti yang
dilansir TV Mu beberapa waktu lalu bahwa para pengiklan tentu akan
memasang iklannya pada program acara yang reting-nya tinggi. sehingga
dari fakta ini kemudian menjadi efek domino yang tidak dapat dihindari.
Tidak
untuk menghakimi, tapi bisa dipastikan berdasarkan survei Nielsen
tersebut, sebagian besar masyarakat justru cenderung menonton
program-program yang "kualitasnya" buruk.
Walaupun memang dalam
survei itu telah mengklasifikasikan pemirsa TV dengan tingkat pendidikan
dan penghasilan yang berbeda-beda. Sehingga dari sini bisa disimpulkan
bahwa kesalahan tidak hanya terletak pada stasiun-stasiun TV yang ada,
melainkan diperlukan peran masyarakat dalam memilih, menonton, dan
mengontrol program acara TV.
Bukan tanpa harapan, meski
samar namun perlahan telah terlihat peran masyarakat dalam mengontrol
program acara TV, tidak jarang acara TV tertentu dihentikan karena
protes dan kritik pemirsa. Sebenarnya hak masyarakat mengenai ini telah
diatur oleh Undang-undang. Tepatnya dalam Undang-undang No. 32 Tahun
2002 Tentang Penyiaran, Pasal 52 ayat 1 menyebutkan bahwa Setiap warga
negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam
berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional.
Selanjutnya Ayat 3 lebih rinci menjelaskan bahwa Masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap program
dan/atau isi siaran yang merugikan.
Pengajuan ini dapat langsung
dilakukan ke stasiun TV bersangkutan atau melalui KPI (Komisi Penyiaran
Indonesia) maupun KPI Daerah di masing-masing Provinsi di Indonesia. KPI
merupakan Lembaga Negara Independen yang mengatur hal-hal mengenai
penyiaran salah satunya sebagai wujud peran serta masyarakat yang
berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan
penyiaran.
Sementara itu dipihak stasiun TV, seperti
yang dijelaskan praktisi dan pengajar pertelevisian Dr. Ishadi SK., M.
Sc. dalam lansiran TV Mu, idealisme vs pragmatisme/bisnis di stasiun TV
tidak bisa dihindarkan, Siaran atau program TV yang terlalu idealis
menjadi kurang menarik dan akan ditinggalkan pemirsa, sementara Stasiun
TV yang hanya mengedepankan kepentingan bisnis atau kepentingan
pemiliknya juga tidak akan bisa bertahan. Yang menjadi penyeimbang
diantara keduanya adalah Opini Publik, Regulasi atau aturan yang berlaku
dan pressure. Serta yang tidak kalah pentingnya adalah profesionalisme
pekerja TV itu sendiri yang menjadikan penyeimbang antara idealisme dan
pragmatisme tersebut.
Program TV yang idealis
diharapkan dapat menjadi menarik tanpa mengabaikan
pragmatisme/kepentingan bisnis, tugas ini dilakukan oleh pekerja TV
dengan kreativitas dan profesionalismenya, peran masyarakat pun harus
semakin cerdas dalam menonton yang semestinya sebagai implikasi
sosialisasi optimal dari KPI dan pihak terkait, serta dukungan
pemerintah dalam berbagai aspek untuk memajukan penyiaran indonesia,
dari hasil sinergitas inilah yang kemudian mewujudkan tujuan penyiaran
dan penggunaan frekuensi yang notabene milik masyarakat dan digunakan
pula untuk kemakmuran masyarakat itu sendiri. (hR)
oleh: Haris Bahar
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Idealisme#cite_note-Bagus-1
https://id.wikipedia.org/wiki/Pragmatisme
https://id.wikipedia.org/wiki/Oportunisme
Undang-undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
Dr. Ishadi SK., M. Sc. Wawancara oleh TV Mu (Muhammadiyah) 22 Agustus 2015.
FX Ridwan Handoyo. Wawancara oleh TV Mu (Muhammadiyah) 22 Agustus 2015.